Senin, 07 November 2011

Aku Harus Kaya

Aku harus kaya, itulah tekadku saat kulihat sepasang mata tua berkaca-kaca di depanku. Tatapannya setengah tak percaya dan binggung. "Ini apa nak?" ucapnya penasaran. Sedikit barang dagangan dalam kardus yang kuberikan diamatinya. Saat kusampaikan maksudku memberikan bantuan, pelukan hangat dan haru kuterima bahkan hampir dia mencium tanganku. "Terima kasih banyak nak...." suara parau itu menahan tangis.

Sungguh hati siapa yang tak tersentuh haru melihat keadaan sang nenek. Dalam kondisi yang hampir memasuki usia kepala 7, ia masih berjualan nasi tiwul, nasi dari singkong, khas daerah kami. Karena ia harus membiayai kedua cucunya yang masih kecil. Ibu dari sang cucu telah di panggil oleh Alloh karena suatu penyakit. Ayah dari sang cucu menikah kembali dan pergi merantau bersama keluarga barunya. Akhirnya sang neneklah yang harus merawat dan menjaga cucu - cucunya, 1 SMP dan 1 masih TK.

Ketika pagi, dagangannya yang tak seberapa ia bawa menyeberang jalan dari warung kecilnya. Karena di seberang warung itu ada sebuah sekolah. Di luar pagar sekolah ia bentangkan selembar tikar usang. Menunggu anak - anak membeli dagangannya sambil berteduh di bawah sebatang pohon kecil di pinggir jalan.

Ya Alloh, harusnya dalam usiamu sekarang ini kau tinggal duduk - duduk di kursi malas melihat cucu - cucumu bermain, nek. Namun, keadaan mengharuskanmu berdiam diri di pinggir jalan menunggu datangnya rezeqi hari ini.

Sepenggal kisah itu hanyalah satu dari kisah - kisah haru yang kualami saat menyampaikan bantuan kepada fakir, miskin anak yatim, piatu, sebagai seorang duta zakat sebuah lembaga amal di kotaku.

Aku baru bisa menjadi seorang penyalur dana (duta zakat), kapan aku menyalurkan hartaku sendiri buat mereka yang membutuhkan bantuan ku? Sebuah tanya itu semakin menguatkan tekatku.
Kalau aku kaya, semakin banyak harta yang dapat aku sampaikan pada anak yatim, anak piatu, fakir miskin dan janda tua. Bukan sebuah angan, tapi sebuah harapan. Sebuah keinginan dan cita - cita.

Saya yakin, keinginan menjadi orang kaya bukan sebuah kesalahan, bahkan menurutku Alloh dan rosulNya menginginkan umat islam menjadi orang kaya.

Benarkah???

Ingatkah kita akan sabda rosululloh, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah". Di sini bukti bahwa ketika kita memberi pada orang lain itu lebih baik dan lebih utama daripada kita menengadahkan tangan meminta belas kasihan orang. Alloh pun menjanjikan pahala berlipat bagi orang yang menafkahkan hartanya dan menyedekahkan hartanya untuk mereka yang berhak.

Rukun Islam yang kelima mengisyaratkan agar kita menjadi orang kaya/mampu. Naik haji tentu membutuhkan dana dan biaya yang lebih. Bagaimana kita bisa naik haji jika kita tidak kaya/mampu dan memiliki harta.

Jihad fi sabilillah pun juga memerlukan dana. Seperti para sahabat yang memberikan hartanya demi kelangsungan dakwah rosullulloh. Bahkan Umar bin khotob pun pernah berkata, "Aku ingin kaya, agar dapat memerdekakan seorang budak".

Namun, do'a Umar pun semoga tak akan kulupakan, "Ya Alloh, jadikan dunia dalam genggaman tanganku, bukan di hatiku".

Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah datang menemui beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta. Rosul bersabda, Itu adalah kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya“. 

Menjadi seorang kaya yang bersyukur adalah lebih utama dari mereka yang kekurangan dalam harta.

Wallahu'alam bi showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar