Jumat, 21 November 2014

Jangan Kau Ambil CintaMu

"Kak Raka, antar ibu dan Mita ke tempat kondangan yaa..." rengek Mita entah yang keberapa.
"Kan sudah kak Raka bilang, kak Raka tidak bisa. Kak Raka harus mengisi kajian di masjid kampus" kata Raka agak kesal.
"Kakak kan bisa minta tolong teman yang lain buat ngantiin kak Raka... Ayo lah kak... Cuma sekaalliii ini saja... ya..ya.. " Mita pasang muka memelas.
"Enggak bisa, pokoknya nggak bisa"
"Raka, tidak tiap hari to kamu ngantar ibu dan adikmu. Apa tidak bisa kajiannya digantikan Dimas?" ibu yang biasanya mendukungku sekarang ganti mendukung Mita.
"Tidak bisa, bu. Ini amanah. Tidak enak melempar pada orang lain. Minta diantar ayah saja ya bu"
"Ayah agak pusing, Raka" suara ayah dari ruang sebelah.
Namun Raka tetap bersikeras dan akhirnya Ibu dan Mita diantar ayah.
Satu jam berlalu, saat Raka sedang asik berdiskusi dengan teman-temannya, tiba-tiba hpnya berbunyi, "Ya, dengan saya sendiri. Ada apa....? Innalillahi!!! di mana?? di rumah sakit apa??"
"Ada apa Raka?" tanya teman-temannya. Dengan lemas ia menjawab, "orangtuaku kecelakaan".
Dan dengan diantar Dimas, sahabat karibnya, Raka pergi ke rumah sakit dimana orangtua dan adiknya dibawa dari lokasi kecelakaan.
"Bagaimana keadaan orangtua dan adik saya, dok?!" Raka tak sabar mencerca dokter yang ia temui di rumah sakit itu.
"Maafkan kami, Dhek. kami sudah berusaha semampu kami, namun Tuhan berkehendak lain. Nyawa Orangtua dan adikmu tak tertolong lagi".
"Innalillahi...." Dimas bergumam.
"Tidak!!! Tidak mungkin!!! Dokter pasti bohong!!!" teriak Raka emosi.
"Astaghfirullah,, Raka istighfar,, istighfar..." Dimas berusaha menenangkan Raka.
Namun Raka malah berlari menerobos ruang ICU. Tangisnya pecah  manakala melihat 3 orag yang dicintainya terbujur kaku tak bernyawa.
"ayah!!! Ibu!!! Mita!!! Bangun,, bangun,, jangan tinggalkan Raka seorang diri... bangun Mita!! Bangun!!" ia guncang-guncang tubuh Mita yang penuh luka. Lalu ia bergegas menuju jasad ayahnya, "Bangun ayah!! Bangun!!". Namun ayahnya diam seribu basa.
Terakhir ia hampiri jasad ibunya, "Maafkan Raka, Ibu!! Maafkan Raka! Andai tadi Raka tidak berangkat mengaji,, Andai tadi Raka yang mengantar ibu dan Mita, pasti kejadiannya tidak seperti ini...!" tangis Raka pecah tak terbendung lagi.
Sejak saat itu, Raka selalu menyalahkan diri sendiri. Merenung dan termenung. Bermuram durja sepanjang hari. Jangankan pergi kuliah, mengaji pun tidak mau lagi. Sahabat-sahabatnya tak henti-henti memberi dukungan. Namun seolah-olah tak ada yang ia dengarkan.
Hingga suatu hari hp Dimas berbunyi, sebuah SMS ia buka dan betapa terperanjat dirinya membaca tulisan yang ada di layar hpnya.
"Dimas, jika kau baca sms ini, ini sms terakhir dariku. Aku bosan dengan hidup ini. Aku lelah. Aku ingin mengakhiri hidupku yang tiada arti ini. Maafkan jika aku banyak salah padamu".
"Masya Alloh,,"gumam Dimas. Apa yang akan kau lakukan Raka, apa kau akan mengakhiri hidupmu dengan bunuh diri? Berjuta tanya berkecamuk dalam hati Dimas.
" Mungkinkah kau akan lakukan itu, Raka" Dimas kembali bergumam sendiri. Bergegas ia ambil sepeda motornya dan memacunya ke rumah Raka.
Namun, tiba-tiba ia belokkan arah sepedanya ke arah yang berlawanan.
Jika Raka benar-benar ingin bunuh diri, pasti tempat itu yang akan ia pilih untuk mengakhiri hidupnya, pikir Dimas.
Sepeda kembali ia pacu dengan kecepatan tinggi.
"Ya Alloh,,, tolong bukakan hati Raka, jangan biarkan ia melakukan perbuatan yang akan merugikan dirinya sendiri" doa Dimas dalam hati.
Sampai di sebuah bukit kecil di tepi danau,  Dimas melihat sepeda motor Raka.
Ya, sebuah danau yang dulu selalu mereka datangi untuk semakin mendekatkan diri pada sang Pencipta dengan mengagumi keindahan senjanya.
Dimas segera turun dari motornya dan berlari-lari menapaki jalan setapak menuju puncak bukit.
Dari jauh ia melihat Raka yang berdiri di pinggir tebing, seperti siap-siap untuk melompat ke dalam danau.
"Raka!!! Stop! Apa yang akan kau lakukan!"teriak Dimas sambil berlari mendekati Raka.
Raka terkejut mendengar teriakan itu.
"Berhenti Dimas, berhenti di situ!"teriak Raka.
Namun Dimas tetap berjalan mendekati Raka.
"Berhenti kataku! Atau aku akan melompat sekarang juga!!" teriakan Raka semakin keras.
Dimas menghentikan langkahnya. "Ya Alloh,, bantu hamba..."doa Dimas dalam hati.
"Raka, apa yang kamu inginkan. Mati? Dan semuanya berakhir? Tidak ada pertanggungjawaban, begitu?"
"Sudahlah, jangan berusaha membujukku! Aku sudah bosan!" kembali Raka berteriak.
"Kemana Raka yang selama ini aku kenal, kemana Raka yang kuat, sabar dan selalu mendekatkan diri pada Alloh?! Mana Raka yang dulu begitu dibanggakan oleh ayah, ibu dan adikmu?! Raka yang selalu menyampaikan kebaikan pada semua orang?!"
"Cukup! cukup! Coba lihat apa balasan yang diberikan Alloh kepadaku!! Apa?!!! Aku sudah berusaha menolong agamaNya, namun ia mengambil semua orang yang kucinta!!! inikah balasan untukku?! Aku tak lagi percaya pada Tuhan" emosi Raka meledak-ledak.
"Istighfar, Raka. Setiap musibah akan ada hikmahnya" Dimas paham betul perasaan Raka.
"Hikmahnya, aku sendiri!! Tanpa seorang pun yang ku punya. Aku sebatang kara... untuk apa lagi aku hidup..." Raka mulai menangis.
Dimas menghela napas, "Robbi shoddri soshri..."do'anya dalam hati
"Raka, masih ada aku sahabatmu. Masih ada ustadz Fikri, masih ada sahabat-sahabat lain yang selalu bersamamu".
"Kamu tak mengerti Dimas!!! Ayah, Ibu dan Mita meninggal gara-gara aku!! Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri. Sudah sepantasnya aku mati untuk menebus kesalahanku!!!"
"Lantas jika kamu mati, semuanya akan selesai??? Kau bisa menghidupkan lagi ayahmu, ibumu atau adikmu?! Atau kalau kau mati, kau bisa membawa mereka ke syurga?!".  Raka terdiam.
"Atau justru jika kau mati, ayah, ibumu akan tambah sengsara karena tak ada lagi anak yang mendo'akannya?!"
"Sudahlah!! tak ada gunanya kau nasehati aku! tekadku sudah bulat. Aku memilih untuk mati!" Raka kembali bergejolak.
"Baiklah jika itu maumu" Dimas menghela napas berat.
"Tapi satu permintaanku, sebelum kau laksanakan niatmu itu, ambillah air wudhu dan sholatlah 2 rakaat. Sholat perpisahan pada Alloh, minta kau dimudahkan dalam menemui kematianmu dan diampuni dosa-dosamu. Aku tak akan menghalangimu lagi. Aku akan pergi Raka. Selamat tinggal sahabat. Semoga kau diampuni oleh Alloh dan mempertemukan kita kelak disyurganya"
Setelah berkata demikian Dimas berbalik dan berjalan meninggalkan Raka yang terdiam di pinggir  tebing. Beberapa saat ia menoleh ke arah perginya Dimas. Dimas tidak nampak lagi. Raka tertegun. Pelan dia turun, dan berjalan ke pinggir danau. Diambilnya air wudhu. "Ini sholat terakhirku" pikir Raka.
"Allohu Akbar" gumam Raka pelan. Di atas batu ini ia sering sholat berjamaah bersama Dimas.
Pelan ia lafadzkan do'a iftitah, air matanya berlinang terkenang ayah, ibu dan Mita adiknya yang meregang nyawa dalam kecelakaan.
"Ar Rohman,,, 'alamal qur'an.." ayat demi ayat kesayangan ia lantunkan...
Dan tubuhnya semakin terguncang manakala pertanyaan Tuhan ia dengar, "Fabi'ayyi 'ala-irobbi kumma tu kadziban?"
Sujud panjang menenggelamkan isak tangisnya yang kian tak tertahan.
"Ya Alloh,,, ampuni hamba jika hamba mengambil jalan ini... Hamba tak sanggup lagi terpenjara dalam rasa bersalah yang selalu menghantui diri hamba. Ampuni hamba ya Alloh... Dan pertemukan kembali hamba dengan ayah, ibu dan dhek Mita di surga. Aamiin"
Raka mengakhiri do'anya dan berjalan kembali menaiki bukit menuju tepian tebing. Ia naik ke atas batu dan siap-siap melompat.
Namun tiba-tiba ia tersentak, sekilas ia seperti melihat bayangan ayahnya melintas, ibu dan Mita menangis.
Seolah-olah melarang ia untuk melakukan perbuatan itu. Raka menangis tergugu seperti anak kecil.
Setelah cukup lama ia menangis, ia berdiri dan berteriak lantang, "Alloh!!!! Hamba ikhlas Kau ambil ayahku! Hamba ikhlas Kau ambil Ibuku!!! Dan hamba ikhlas Kau ambil adikku!!! Hamba ikhlas Kau ambil semua yang kucintai!!! Namun satu pintaku ya Alloh!!! Jangan Kau ambil cintaMu dariku!!!" isaknya menjadi-jadi.
Dan seperti kehilangan tenaga ia jatuh bersimpuh. "jangan Kau biarkan aku berjalan tanpa bimbinganMu...."
Tanpa ia sadari, Dimas sudah berdiri dibelakangnya. Rupanya ia tidak benar-benar pergi meninggalkan Raka seorang diri. Ia bersembunyi dibalik semak dan berjaga-jaga akan segala kemungkinan yang terjadi. Sambil tak henti-hentinya berdo'a agar Raka dibukakan pintu hati.
"Aamiin... Ia tak akan meninggalkan kita Raka... Alloh selalu ada untuk kita.. Janji Alloh itu pasti..."
Dan kedua sahabat itu pun berangkulan dalam tangis kesyukuran.
Di ufuk barat senja menyapa dengan semburat jingga.

#hanya cerita pendek#

Pahlawan Sejati

Kepahlawanan acap kali diidentikkan dengan sebuah peperangan. Konfrontasi langsung yang selalu tampak hingar bingar. Apakah demikian?

Puluhan tahun lalu ketika seorang ustadz memilih mendekati kaum selebriti banyak pihak mencibir. Tersenyum sinis. Buat apa berdakwah pada para artis yang hidupnya tak lebih sekedar bisnis. Namun kini ketika banyak artis tersentuh kasih dan menjalankan syariat bahkan melebihi orang-orang biasa, mereka yang semula sinis ikut tersenyum dan bertepuk dada. Dakwahku juga diterima mereka.

Sepuluhan tahun yang lalu, ketika segelintir orang merangkul anak jalanan, pedagang asongan bahkan preman, banyak mata yang menatap mencemoohkan. Dipertanyakan pergaulannya, dengan berdalil panjang lebar. Kini betapa banyak orang yang dulu pedagang asongan mempunyai usaha sendiri yang lumayan mapan. Anak-anak jalanan yang dapat mengenyam pendidikan dan lebih tertata hidupnya.

Lima tahunan yang lalu beberapa orang mencoba mendekati masyarakat peminum minuman keras. Bahkan mereka mempunyai perkumpulan peminum minuman keras. Caci maki mulai didapati. Bahkan dari kalangan saudara sendiri. Duduk-duduk bersama mereka itu sudah haram dalil mereka. Tanpa melihat niat untuk apa ia duduk bersama mereka. Sekarang ketika para peminum itu sebagian besar telah meninggalkan kebiasaannya, hidup normal seperti kebanyakan dari kita, bahkan tak sedikit yang mendalami ilmu agama, mereka yang semula menghina tak mampu lagi berkata-kata.

Masih banyak saudara kita yang rela menjadi bahan ejekan, cacian, makian, bahkan fitnah keji untuk menebar cahaya illahi kepada setiap insan di bumi. Tanpa terkecuali.

Merekalah pahlawan sejati yang jauh dari publikasi. Bersahabat dengan kontroversi.
Karena yang mereka tahu Tuhan Maha Melihat setiap niat di dalam hati.
Wallahu'alam

Catatan Hati di Grojogan Sewu

Pagi nan gerimis syahdu, saat menginjakkan kaki di taman balekambang, tawangmangu. Udara dingin pegunungan semakin terasa menusuk tulang.

Ketika berjalan menuju BPTP, tanpa sengaja mataku menangkap sesosok nenek tua mengais-ngais sampah di sebuah TPA di pinggir jalan. Tanpa payung atau pun penutup kepala. Rasa iba langsung ada. Binggung harus bagaimana. Menghampirinya dan memberi selembar uang, tepatkah? Apa nanti sang nenek malah akan tersinggung? Saya bukan orang kaya. Jika memberi juga tak seberapa. Namun sampai melewati sang nenek, tak ada yang kulakukan. Ah, ini yang selalu membuatku sebal pada diri sendiri. Terlalu takut untuk mengambil keputusan. Terlalu takut mengambil resiko. Tatap sang nenek saat kumelewatinya terasa menusuk di dada.

Pun ketika kulihat lagi seorang nenek, yang lebih tua dari yang tadi, memunggut kertas di depan warung makan lagi-lagi tak ada yang kulakukan. Harusnya diusia kalian tak sepantasnya melakukan suatu pekerjaan. Kemana anak cucumu nek?

Saat di pasar pemandangan serupa kembali kudapati. Nenek-nenek tua membawa 'senik' dan kain gendong menawarkan jasa kepada pembeli sebagai kuli gendong. Sungguh tidak habis pikir apakah tak ada sanak saudara yang kalian miliki? Hingga di usia senja seperti ini kalian masih harus mencari nafkah sendiri.

Tiba-tiba dua orang pemuda menghampiri sambil menyodorkan plastik bekas bungkus permen ke dekatku. Rupanya mereka pengamen. Salah seorang berkata,'kasihan bu, buat beli makan.' seketika rasa marah menyeruak dalam hatiku. Tak tahu malu itu yang ada dipikiranku. Coba lihat dirimu gagah, masih muda, tapi tak lebih hanya meminta-minta. Sedang nenek-nenek tua pun tak meminta-minta. Mereka bekerja menggadaikan tenaga rentanya demi selembar dua lembar uang ribuan. Ada yang terbakar, ada yang tersayat di dadaku. Terlalu. Dan tak kuberi pemuda itu serupiah pun, karena aku benar-benar marah atas jiwa kerdilnya

saat menunggu teman membeli bunga, ku edarkan pandanganku. Tertangkap oleh mataku seorang ibu berpostur pendek berjalan terpincang-pincang berjalan menuju kearahku. Kuperhatikan kaki kirinya cacat. Dibahunya terselempang kain gendong. Kuli gendong pikirku. Benar. Dia menawarkan jasanya untuk membawakan belanjaanku. Sebenarnya aku bisa membawa sendiri, namun kuniatkan jadi jalan rezeqi untuk sang ibu. Aku tak mau menyesal lagi. Sungguh tak tega melihatnya berjalan terseok-seok. Tanpa beban dipunggungnya ia sudah sulit berjalan apalagi ditambah membawa beban 10kg belanjaanku.

Tuhan, selalu Kau pertemukan aku dengan mereka karena ku tahu Engkau ingin mengajariku untuk lebih bersyukur. Diluar sana masih banyak orang kekurangan.
Ampuni hamba yang tak mampu berbuat apa-apa. Limpahkan karuniaMu, kasihani mereka. Curahkan rezeqi padanya, beri kesehatan lahir dan batinnya. Karena hanya Engkaulah Maha Segala-galanya. Aamiin

Untukmu Anakku

Maafkan abi dan umi nak, jika 3 minggu ini tidurmu kami ganggu. Saat dingin masih menggigit tulang, saat fajar belum menjelang kami bangunkan kalian untuk memenuhi panggilan adzan subuh. Melaksanakan sholat berjama'ah ke masjid. Sebelum ini kami biarkan kalian ketika subuh menjelang kadang ke masjid, kadang hanya di rumah sebangun kalian.

Namun kini usiamu hampir 10 tahun menjelang. Sudah saatnya belajar agar menjadi kebiasaan hingga masa dewasa datang.

Bukan karena kami tak sayang, tapi justru rasa cinta yang teramat dalam. Ummi dan abi bukan orang baik, maka kami ingin kalian menjadi lebih baik. Seperti tanyamu, "kenapa kok pas adzan subuh ada 'ashsholatul khoirun minal nauun, mi?" karena melaksanakan sholat lebih baik daripada tidur nak. Banyak kebaikan yang ada ketika kita bangun dan pergi ke masjid menunaikan sholat subuh berjamaah.

Kalian anak-anak kami, tempat tumpuan harapan ketika kelak tak ada lagi yang dapat menolong kecuali tiga hal :
1. Amal jariyah
ummi dan abi bukan orang kaya, nak. Tak seberapa harta yang dapat kami beri untuk anak yatim, fakir miskin, janda tua dan kaum dhuafa.

2. Ilmu yang bermanfaat
ummi dan abi bukan orang 'alim yang ilmunya bisa ditularkan pada banyak orang . Tak pantas kami berharap pada amal ini, karena tak banyak yang bisa kami beri.

3. Anak yang sholeh
yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. Tinggal kalian harapan kami. Saat semua amal terhenti. Beri kesejukan dalam hati kami dengan doa yang tak pernah berhenti.
Hanya pada kalian tetes amal yang akan kami harapkan tetap mengalir hingga akhir zaman.
Jadilah anak sholeh dan sholehah, nak. Berguna bagi bangsa, negara, agama juga sesama.

#semoga kelak kalian membacanya

Ingin Naik Haji, Tanamlah Pohon Jati

Pagi ini setelah sarapan, anak-anak saya ajak pergi ke kebun. Mumpung libur dan belum puasa, dimanfaatkan untuk bersih-bersih.

Teringat peristiwa yang melatarbelakangi adanya kebun jati ini.
Sekitar tahun 2007, siang itu menunggu teman-teman untuk kajian. Iseng kubuka selembar koran yang berada di lantai masjid. Perhatianku langsung tertuju pada kolom tausiyah seorang ustadz. Lupa, arifin ilham ato uje ya. Bahasannya singkat, padat namun sangat mengena. Ustadz itu menasehati tentang niat dan keinginan naik haji. Tak ada yang tidak mungkin jika kita mau dan berusaha diiringi doa.

Jika ingin naik haji tanamlah pohon jati. Sebuah pohon jati tak perlu banyak perawatan, cukup tanam dan tunggu 25tahun lagi ia dapat digunakan untuk naik haji. Ayo ke pekarangan, dan tanamlah pohon jati sekarang.
Begitu kira-kira nasehat dari sang ustadz.

Subhanallah, nasehat itu begitu membekas di hatiku. Usaha, intinya. Doa sebagai pendorongnya. Ingin segera pulang dan menanam jati di pekarangan. Tapi masalahnya, tak ada tempat kosong lagi di pekarangan.
Tekat sudah bulat, harus mencari pekarangan dulu untuk bisa menanam jati.
Pertolongan Allah datang. Ada tetangga menawarkan tanah pekarangan yang jaraknya hanya 50m dari rumah. Padahal tak ada uang tapi diiyakan. Ketika niat, usaha, doa disatukan kemudahan-kemudahan terasa didekatkan.

Jadilah kini sebuah kebun dengan sekitar 40 sampai 50 jati di dalamnya. Hmm, tak terasa telah 7 tahun jati-jati ini tumbuh. Inginnya segera besar agar bisa segera pergi ke tanah suci. Namun memang harus bersabar.

Allah maha kaya, ini hanya sekedar ikhtiar seorang hamba. Yakin rezeqi bisa datang dari arah yang tak di sangka-sangka. Hingga tak perlu menunggu jati-jati ini menua.

Ingin naik haji? Tanamlah pohon jati

Labbaikallah humma labbaik..

Hilang Sudah Simpatiku

sore itu magrib mulai menjelang. Sebenarnya mau cepat2 sampai rumah agar suami tidak ketinggalan jamaah di masjid. Tetapi karena ingat susu mas fadil habis, maka terpaksa mampir mini market.

Dari pengeras suara terdengar suara seorang ustadz memberikan taujihnya. Ustadz yang sangat terkenal dari Solo. Meski sekilas saya juga ikut mendengarkan ustadz itu sedang membahas masalah korupsi.Namun tiba-tiba sang ustadz mengeluarkan kata makian. Sejenis hewan ditambah akhiran -an.Sontak para karyawan tertawa terbahak-bahak. Tapi kok kemudian kata-kata itu terlontar lebih dari 10 kali.Jika hanya untuk menegaskan bahwa itu perbuatan keji cukup sekali. Tapi jika itu berulang kali apakah pantas bagi beliau yang berpredikat ustadz?

Sedangkan rasul pernah bersabda :- keimanan seseorang sebanding dengan akhlaknya- bukti kebaikan iman seorang muslim adalah meninggalkan hal-hal (kata2) yang sia2

hilang sudah simpatiku.

Tips Mencari Banyak Pahala

'siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.' HR. TIRMIDZI

Tips memberi 'sedikit' namun 'mengambil' banyak pahala :

1. Bagi2 sirup, gula, teh.  Tiap buka pasti yg pertama minum. Nah, jika kita membagi gula ke 10 rumah dan di rumah itu ada 2 saja yg berpuasa, kita dapat pahala dari 20 orang. Itu 1 hari, kalau kita memberi setengah kilo gula bisa untuk 5 harian. Jadi 5*20= 100 orang. Lumayan kan?

2. Bagi2 kurma, snak. Berbuka dgn Kurma adalah sunah. Jadi kita juga dapat pahala menyiarkan sunah. Snak ringan biasanya juga di makan setelah minum.

3. Silaturahim ke rumah orang2 sholeh. Tentu saja dengan membawa oleh2 di atas. Jadi kita pun kebagian pahala dari orang2 sholeh tersebut.

Selamat berbagi

Kemenangan Hakiki

Sebuah analog yg disampaikan oleh seorang anak kecil dalam ajang pemilihan da'i cilik, sungguh menggelitik.

"teman2 tahu ayam betina kalo mau bertelur? Dia berkotek2 seharian, kesana kemari. Seakan-akan ia ingin semua org tahu kalo ia mau bertelur. Saatnya bertelur cling.. Sebutir telur ia keluarkan. Lalu ia berkotek kesana kemari lagi.

Beda dengan kura kura. Ketika mau bertelur ia keluar dr lautan dalam diam. Bergerak perlahan, membuat lubang di pantai dgn tenang. Lalu cling.., ratusan telur ia keluarkan. Masih dalam diam ia kembali ke lautan."

begitu pun manusia, ia bisa memilih jadi ayam atau kura2.

Kemenangan hakiki adalah ketika kita mampu tetap berkontribusi pada sesama, meski caci maki, hujatan ditimpakan. Tetap bersinar meski angin berusaha memadamkan.

Selamat menjadi kura2 dalam hening, dalam tenang dalam diam.

#kemenangan hakiki

Indahnya Saling

seorang bijak mengatakan, ketika datang nasehat padamu kemudian hatimu merasa, berbahagialah itu tandanya hati kita belum mati.

Menerima dan melaksanakan nasehat akan jauh lebih baik daripada menolak bahkan menutup diri.

Atau bahkan menjadi melankolis dan bersenandung dalam hati.. '..coba kau lihat dirimu dahulu, sebelum kau lihat kurangnya diriku..'

namun baiknya cukup diingat..  'kaburo maqtan 'indallah an taquulluu maa laa taf'aluun' (amat dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yg tidak kamu kerjakan) QS. Shaff :2

Untuk yang dinasehati husnodzon, yg menasehatinya sudah melaksanakan atau setidaknya berusaha menjadi seperti yg dinasehatkan.

Untuk yang menasehati, takut kalo hanya OMDO (Omong Doang) akan mendapat murka dari Allah. Maka ia berusaha melakukan juga apa yang dinasehatkan.

Cukuplah kisah Abu Bakar sbgai teladan. Suatu hari Abu Bakar ditanya seorang sahabat, "wahai Abu Bakar, apa pahala memerdekakan budak?"  Abu Bakar hanya diam dan meninggalkan orang tersebut. Kesempatan kedua sahabat bertemu Abu Bakar lalu bertanya, "wahai Abu Bakar apa pahala memerdekakan budak?" Abu Bakar diam dan pergi. Dikesempatan ketiga sahabat itu bertanya lagi, "wahai Abu Bakar apa pahala memerdekan budak?" kali ini beliau menjawab, "ia lebih baik dari dunia dan seisinya" "mengapa baru engkau jawab sekarang?" tanya sahabat itu. "karena baru kemarin saya memerdekakan budak" subhanallah..

Begitulah seharusnya

Indahnya saling percaya itu

Ingin Tiap Hari di Doa'kan Malaikat?

Ketika pertanyaan itu diajukan pada kita, pasti dengan cepat kita akan menjawab, "ingin". Siapa sih yang tidak kepingin didoakan makhluk Allah yang tanpa dosa? Yang pastinya doanya lebih didengar daripada kita yang berlumur dosa.

Lalu bagaimana caranya?
Bersedekahlah tiap hari. Karena pada pagi hari ada 2 malaikat yang datang pada kita untuk mendoakan orang yang bersedekah dan juga mendoakan orang yang kikir.

"ketika seorang hamba berada pada waktu pagi 2 malaikat akan turun kepadanya, lalu salah satu berkata, "ya Allah, berilah pahala kepada orang yang menginfakkan hartanya." kemudian malaikat yang satu berkata, "ya Allah, binasakanlah orang2 yang bakhil" (mustafaq'alaih)

nah, mau pilih didoakan yang pertama atau yang kedua? Pasti yang pertama kan?

Yang jadi ganjalan infak tiap hari apa bisa ya? Sedangkan keuangan pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan.
Kenapa tidak bisa? Kita tetap bisa berinfak, bersodaqoh tiap hari dengan sekemampuan kita.

Caranya? Buat kotak infak diletakkan dirumah atau di meja kerja. Tiap pagi hari kita masukkan misal 1 000, 2000 atau lebih. 'Hanya' dengan uang receh yang ketika jatuh dijalan tidak kita sesali itu kita bisa memancing untuk didoakan memperoleh berkah oleh malaikat.

Menerapkan prinsip ekonomi, modal sedikit untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya.

Allah tidak menetapkan dan melihat jumlah sedekahnya. Tapi niat, usaha dan ikhtiar dari hambaNya.

Ayo tunggu apalagi...

Tempat Sampah Terbesar di Dunia

Joke itu kubaca di buku kumpulan dongeng dan cerita berbahasa Inggris dulu sekali waktu SMA. Julukan itu diberikan pada Indonesia.

Tidak terima sebenarnya, namun itulah kenyataannya. Kemana mata memandang yang ada sampah berserakan.

Belum adanya kesadaran menjaga lingkungan dari warga semakin memperparah keadaan. Juga pemerintah yang tidak mendukung dengan aturan dan perundang-undangan. Sebagai contoh Malaysia ada polisi yang khusus memantau kebersihan. Tugasnya memberi sanksi bagi orang yang membuang sampah sembarangan.

Untuk membiasakan peduli pada lingkungan harus kita budayakan sejak kecil. Agar kesadaran tertanam mendalam dan menjadi kebiasaan. Bukankah islam cinta kebersihan?

Pembiasaan yang bisa kita lakukan :
1. Membuang sampah pada tempatnya
ajarkan pada anak-anak kita untuk selalu membuang sampah pada tempat sampah.
Meski setiap hari kita harus mengingatkan.

2. Letakkan tempat sampah dimana saja
semakin banyak tempat sampah tersedia, semakin baik. Jadi tidak ada alasan orang membuang sampah sembarangan karena tidak ada tempat sampah.

3. Menyimpan sampahnya sementara, jika tidak ada tempat sampah
meski pembungkus permen, meski selembar tisu.
Jika tidak ada tempat sampah bukan berarti kita bisa membuang sampah sembarangan. Masukkan dulu bungkus permennya dalam saku, simpan dulu tissu kotornya di tas. Nanti jika ada tempat sampah baru kotoran itu kita buang.
Juga ketika di dalam mobil. Kita letakkan dulu di tas kresek, baru nanti kita buang ke tempat sampah. Bukan kita buang disepanjang perjalanan.

4. Menjadilah contoh pada anak-anak kita
bagaimana kita menyuruh anak-anak membuang sampah pada tempatnya jika kita sendiri membuang bungkus permen, tissu kotor sembarangan?

Semoga kesadaran itu semakin berkembang dan tak ada lagi sebutan 'tempat sampah terbesar di dunia'

Profil Anak Asuh Baitul Maal Kami

Untuk saat ini aku adalah anak satu-satunya dikeluargaku. Sejak kecil aku tinggal bersama kakek, nenek dan ibuku. Bapakku entah aku tak tahu. Sejak kecil ia pergi meninggalkan kami.

Beberapa tahun ini kakek sering kali bersikap aneh. Suka berdiam diri atau kadang-kadang bicara sendiri. Mungkin kakek depresi memikirkan aku dan ibuku. Otomatis kakek tak lagi bisa bekerja ke sawah seperti dulu.

Aku merasa tidak berbeda dengan anak-anak seusiaku. Aku hanya tidak mampu mengeluarkan kata-kata untuk menyampaikan apa yang ada dipikiranku. Sebenarnya aku sudah berusaha, tapi orang-orang tetap tak paham akan ucapanku.

Dua tahun lalu ibuku yang menjadi tulang punggung keluargaku sakit. Katanya sakit tumor. Meski bukan tumor ganas karena dibiarkan selama bertahun-tahun ia tumbuh semakin besar. Alhamdulillah ada bantuan kesehatan gratis sehingga tumor sebesar bola kaki (5 kg) diperut ibuku bisa diangkat.

Sejak saat itu kesehatan ibu tidak bisa pulih seperti dulu. Namun ibu tetap bekerja, membantu tetangga yang membutuhkan bantuan tenaga.

Saat ini pun ibuku sakit. Sudah berbulan-bulan batuk tidak kunjung reda. Tapi tak pernah kulihat ia mengeluh. Tiap hari tetap saja bekerja.

Aku ingin terus sekolah. Belajar agar menjadi pintar. Agar kelak aku bisa membantumu. Lihat bu, kini aku bisa menulis namaku sendiri. Bisa lebih jelas memanggilmu.
Tetaplah kuat dan sehat bu. Aku sangat menyayangimu.

Jundiku hampir Hilang

Peristiwa ini terjadi sekitar 5 tahun yang lalu.

Siang itu kami ingin membelikan mas hasan sepeda. Karena yang dibelikan sepeda mas hasan maka yang kami ajak ke kota untuk membeli adalah mas jundi. Agar mas jundi senang diajak jalan-jalan. Gilirannya membeli sepeda masih tahun depan.
Kira-kira usia mas jundi waktu itu 4tahun.

Turun dari sepeda motor mas jundi digendong abi memasuki sebuah toko sepeda. Saya pun langsung melihat-lihat sepeda yang ada. Saya kaget saat melihat mas jundi tidak bersama abi. Kemana mas jundi?

Abi berpikir turun dari gendongan mas jundi ikut saya. Padahal tidak. Saya panik. Spontan saya lari keluar. Abi dan penjaga toko mencari di dalam toko.

Naluri seorang ibu, saya berlari ke utara. Setelah mencari-cari dari jauh terlihat mas jundi cebak-cebik mau nangis sambil mulutnya menyebut 'ummi' (sampai sekarang ekspresi wajahnya masih teringat).

Langsung saya berlari mengejarnya. Jaraknya 2 toko besar. Dan kurang sedikit lagi dia sampai jalan pertigaan yang ramai kendaraan.

Subhanallah.. Alhamdulillah.. Kupeluk dan kucium mas jundi sambil menangis. Mas jundi pun baru bisa menangis sambil memeluk saya erat sekali. Saya rasakan ketakutannya. Dan tidak saya pedulikan orang-orang yang memperhatikan kami.

Bayangan macam-macam sempat terlintas tadi. Bagaimana kalo tadi mas jundi dibawa orang, atau sampai pertigaan yang ramai kendaraan.
Terima kasih ya Allah masih Kau lindungi mas jundi.

Sampai sekarang rasa bersalah itu masih ada jika mengingatnya.
Mulai saat itu kalo mengajak anak-anak kami selalu berhati-hati, takut peristiwa itu terulang kembali..