Senin, 03 Juli 2017

Masih tentang Lisan

Maka ketika rasul menyampaikan bahwa sebagian penduduk neraka adalah wanita, saya maklum seraya bercermin, begitulah keadaan para wanita.

Wanita umumnya mudah sekali menggerakkan lisannya, bahkan untuk hal hal yang sama sekali tak ada gunanya. Meski kadang menjumpai pula lelaki yang tak kalah rumpi dari wanita.

Apa tidak  gemes coba, kalo lagi bareng sama ibu-ibu terus dia tidak berhenti mengomentari apapun yang terlihat di depannya.
Ada yang lewat rebondingan, "rebongdingan segala,, ga patut".
Ada yang lewat lagi, " kerudungnya kok coklat, harusnya merah biar serasi".
Hmm...
Ada yang jalan dari jauh, digameli, dimusiki pakai mulut "tledot.. Tledot.. "
Ada yang lewat badannya gemuk, "orang kok gemuk banget"
Haduuh...

Gemes kan..
Apa coba untungnya buat dia. Tidak ada. Itu jelas.

Belum lagi kebiasaan jelek wanita yang suka mengomentari makanan.
"kok apek,, ya..."
"asin,, ga enak".
Tapi tetap saja makanan itu dilahap sampai habis. Ckckck...
Padahal rasulullah tidak pernah mencela makanan, bila beliau tidak suka hanya diam dan tidak dimakannya.

Itu hal kecil yang kadang luput dari kendali seorang wanita.

Belum lagi kebiasaan membicarakan orang lain, meski itu benar adanya. Tapi seringnya 'bumbu-bumbu' tambahan selalu dibubuhkan agar cerita lebih terkesan heboh dan luar biasa. Ia tidak sadar bahwa saat ia membicarakan orang lain, saat itu juga ia sedang makan bangkai saudaranya. (hiii.. Bayangkan badan manusia diatas piring sedang diiris-iris terus dimakan)

Teringat seorang sufi dalam sebuah cerita, dia berjalan bersama temannya.
Lalu tiba tiba temannya menyelutuk, "wah, buah mangga itu ranum sekali ya".
Sang sufi berkata, "apa manfaat dari ucapanmu itu."

Demikianlah kaum salaf menjaga lisannya dengan begitu berhati-hati...
Semoga kita bisa meneladani.
Agar terhindar dari siksa api neraka yang menyala-nyala

"barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata yang baik saja, atau diam"

Wallahu'alam