Kepahlawanan acap kali diidentikkan dengan sebuah peperangan.
Konfrontasi langsung yang selalu tampak hingar bingar. Apakah demikian?
Puluhan tahun lalu ketika seorang ustadz memilih mendekati kaum
selebriti banyak pihak mencibir. Tersenyum sinis. Buat apa berdakwah
pada para artis yang hidupnya tak lebih sekedar bisnis. Namun kini
ketika banyak artis tersentuh kasih dan
menjalankan syariat bahkan melebihi orang-orang biasa, mereka yang
semula sinis ikut tersenyum dan bertepuk dada. Dakwahku juga diterima
mereka.
Sepuluhan tahun yang lalu, ketika segelintir orang merangkul anak
jalanan, pedagang asongan bahkan preman, banyak mata yang menatap
mencemoohkan. Dipertanyakan pergaulannya, dengan berdalil panjang lebar.
Kini betapa banyak orang yang dulu pedagang asongan mempunyai usaha
sendiri yang lumayan mapan. Anak-anak jalanan yang dapat mengenyam
pendidikan dan lebih tertata hidupnya.
Lima tahunan yang lalu beberapa orang mencoba mendekati masyarakat
peminum minuman keras. Bahkan mereka mempunyai perkumpulan peminum
minuman keras. Caci maki mulai didapati. Bahkan dari kalangan saudara
sendiri. Duduk-duduk bersama mereka itu sudah haram dalil mereka. Tanpa
melihat niat untuk apa ia duduk bersama mereka. Sekarang ketika para
peminum itu sebagian besar telah meninggalkan kebiasaannya, hidup normal
seperti kebanyakan dari kita, bahkan tak sedikit yang mendalami ilmu
agama, mereka yang semula menghina tak mampu lagi berkata-kata.
Masih banyak saudara kita yang rela menjadi bahan ejekan, cacian,
makian, bahkan fitnah keji untuk menebar cahaya illahi kepada setiap
insan di bumi. Tanpa terkecuali.
Merekalah pahlawan sejati yang jauh dari publikasi. Bersahabat dengan kontroversi.
Karena yang mereka tahu Tuhan Maha Melihat setiap niat di dalam hati.
Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar