Jumat, 21 November 2014

Catatan Hati di Grojogan Sewu

Pagi nan gerimis syahdu, saat menginjakkan kaki di taman balekambang, tawangmangu. Udara dingin pegunungan semakin terasa menusuk tulang.

Ketika berjalan menuju BPTP, tanpa sengaja mataku menangkap sesosok nenek tua mengais-ngais sampah di sebuah TPA di pinggir jalan. Tanpa payung atau pun penutup kepala. Rasa iba langsung ada. Binggung harus bagaimana. Menghampirinya dan memberi selembar uang, tepatkah? Apa nanti sang nenek malah akan tersinggung? Saya bukan orang kaya. Jika memberi juga tak seberapa. Namun sampai melewati sang nenek, tak ada yang kulakukan. Ah, ini yang selalu membuatku sebal pada diri sendiri. Terlalu takut untuk mengambil keputusan. Terlalu takut mengambil resiko. Tatap sang nenek saat kumelewatinya terasa menusuk di dada.

Pun ketika kulihat lagi seorang nenek, yang lebih tua dari yang tadi, memunggut kertas di depan warung makan lagi-lagi tak ada yang kulakukan. Harusnya diusia kalian tak sepantasnya melakukan suatu pekerjaan. Kemana anak cucumu nek?

Saat di pasar pemandangan serupa kembali kudapati. Nenek-nenek tua membawa 'senik' dan kain gendong menawarkan jasa kepada pembeli sebagai kuli gendong. Sungguh tidak habis pikir apakah tak ada sanak saudara yang kalian miliki? Hingga di usia senja seperti ini kalian masih harus mencari nafkah sendiri.

Tiba-tiba dua orang pemuda menghampiri sambil menyodorkan plastik bekas bungkus permen ke dekatku. Rupanya mereka pengamen. Salah seorang berkata,'kasihan bu, buat beli makan.' seketika rasa marah menyeruak dalam hatiku. Tak tahu malu itu yang ada dipikiranku. Coba lihat dirimu gagah, masih muda, tapi tak lebih hanya meminta-minta. Sedang nenek-nenek tua pun tak meminta-minta. Mereka bekerja menggadaikan tenaga rentanya demi selembar dua lembar uang ribuan. Ada yang terbakar, ada yang tersayat di dadaku. Terlalu. Dan tak kuberi pemuda itu serupiah pun, karena aku benar-benar marah atas jiwa kerdilnya

saat menunggu teman membeli bunga, ku edarkan pandanganku. Tertangkap oleh mataku seorang ibu berpostur pendek berjalan terpincang-pincang berjalan menuju kearahku. Kuperhatikan kaki kirinya cacat. Dibahunya terselempang kain gendong. Kuli gendong pikirku. Benar. Dia menawarkan jasanya untuk membawakan belanjaanku. Sebenarnya aku bisa membawa sendiri, namun kuniatkan jadi jalan rezeqi untuk sang ibu. Aku tak mau menyesal lagi. Sungguh tak tega melihatnya berjalan terseok-seok. Tanpa beban dipunggungnya ia sudah sulit berjalan apalagi ditambah membawa beban 10kg belanjaanku.

Tuhan, selalu Kau pertemukan aku dengan mereka karena ku tahu Engkau ingin mengajariku untuk lebih bersyukur. Diluar sana masih banyak orang kekurangan.
Ampuni hamba yang tak mampu berbuat apa-apa. Limpahkan karuniaMu, kasihani mereka. Curahkan rezeqi padanya, beri kesehatan lahir dan batinnya. Karena hanya Engkaulah Maha Segala-galanya. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar