"Kak Raka, antar ibu dan Mita ke tempat kondangan yaa..." rengek Mita entah yang keberapa.
"Kan sudah kak Raka bilang, kak Raka tidak bisa. Kak Raka harus mengisi kajian di masjid kampus" kata Raka agak kesal.
"Kakak kan bisa minta tolong teman yang lain buat ngantiin kak
Raka... Ayo lah kak... Cuma sekaalliii ini saja... ya..ya.. " Mita
pasang muka memelas.
"Enggak bisa, pokoknya nggak bisa"
"Raka, tidak tiap hari to kamu ngantar ibu dan adikmu. Apa tidak bisa
kajiannya digantikan Dimas?" ibu yang biasanya mendukungku sekarang
ganti mendukung Mita.
"Tidak bisa, bu. Ini amanah. Tidak enak melempar pada orang lain. Minta diantar ayah saja ya bu"
"Ayah agak pusing, Raka" suara ayah dari ruang sebelah.
Namun Raka tetap bersikeras dan akhirnya Ibu dan Mita diantar ayah.
Satu jam berlalu, saat Raka sedang asik berdiskusi dengan
teman-temannya, tiba-tiba hpnya berbunyi, "Ya, dengan saya sendiri. Ada
apa....? Innalillahi!!! di mana?? di rumah sakit apa??"
"Ada apa Raka?" tanya teman-temannya. Dengan lemas ia menjawab, "orangtuaku kecelakaan".
Dan dengan diantar Dimas, sahabat karibnya, Raka pergi ke rumah sakit dimana orangtua dan adiknya dibawa dari lokasi kecelakaan.
"Bagaimana keadaan orangtua dan adik saya, dok?!" Raka tak sabar mencerca dokter yang ia temui di rumah sakit itu.
"Maafkan kami, Dhek. kami sudah berusaha semampu kami, namun Tuhan
berkehendak lain. Nyawa Orangtua dan adikmu tak tertolong lagi".
"Innalillahi...." Dimas bergumam.
"Tidak!!! Tidak mungkin!!! Dokter pasti bohong!!!" teriak Raka emosi.
"Astaghfirullah,, Raka istighfar,, istighfar..." Dimas berusaha menenangkan Raka.
Namun Raka malah berlari menerobos ruang ICU. Tangisnya pecah
manakala melihat 3 orag yang dicintainya terbujur kaku tak bernyawa.
"ayah!!! Ibu!!! Mita!!! Bangun,, bangun,, jangan tinggalkan Raka
seorang diri... bangun Mita!! Bangun!!" ia guncang-guncang tubuh Mita
yang penuh luka. Lalu ia bergegas menuju jasad ayahnya, "Bangun ayah!!
Bangun!!". Namun ayahnya diam seribu basa.
Terakhir ia hampiri jasad ibunya, "Maafkan Raka, Ibu!! Maafkan Raka!
Andai tadi Raka tidak berangkat mengaji,, Andai tadi Raka yang mengantar
ibu dan Mita, pasti kejadiannya tidak seperti ini...!" tangis Raka
pecah tak terbendung lagi.
Sejak saat itu, Raka selalu menyalahkan diri sendiri. Merenung dan
termenung. Bermuram durja sepanjang hari. Jangankan pergi kuliah,
mengaji pun tidak mau lagi. Sahabat-sahabatnya tak henti-henti memberi
dukungan. Namun seolah-olah tak ada yang ia dengarkan.
Hingga suatu hari hp Dimas berbunyi, sebuah SMS ia buka dan betapa terperanjat dirinya membaca tulisan yang ada di layar hpnya.
"Dimas, jika kau baca sms ini, ini sms terakhir dariku. Aku bosan
dengan hidup ini. Aku lelah. Aku ingin mengakhiri hidupku yang tiada
arti ini. Maafkan jika aku banyak salah padamu".
"Masya Alloh,,"gumam Dimas. Apa yang akan kau lakukan Raka, apa kau
akan mengakhiri hidupmu dengan bunuh diri? Berjuta tanya berkecamuk
dalam hati Dimas.
" Mungkinkah kau akan lakukan itu, Raka" Dimas kembali bergumam
sendiri. Bergegas ia ambil sepeda motornya dan memacunya ke rumah Raka.
Namun, tiba-tiba ia belokkan arah sepedanya ke arah yang berlawanan.
Jika Raka benar-benar ingin bunuh diri, pasti tempat itu yang akan ia pilih untuk mengakhiri hidupnya, pikir Dimas.
Sepeda kembali ia pacu dengan kecepatan tinggi.
"Ya Alloh,,, tolong bukakan hati Raka, jangan biarkan ia melakukan
perbuatan yang akan merugikan dirinya sendiri" doa Dimas dalam hati.
Sampai di sebuah bukit kecil di tepi danau, Dimas melihat sepeda motor Raka.
Ya, sebuah danau yang dulu selalu mereka datangi untuk semakin
mendekatkan diri pada sang Pencipta dengan mengagumi keindahan senjanya.
Dimas segera turun dari motornya dan berlari-lari menapaki jalan setapak menuju puncak bukit.
Dari jauh ia melihat Raka yang berdiri di pinggir tebing, seperti siap-siap untuk melompat ke dalam danau.
"Raka!!! Stop! Apa yang akan kau lakukan!"teriak Dimas sambil berlari mendekati Raka.
Raka terkejut mendengar teriakan itu.
"Berhenti Dimas, berhenti di situ!"teriak Raka.
Namun Dimas tetap berjalan mendekati Raka.
"Berhenti kataku! Atau aku akan melompat sekarang juga!!" teriakan Raka semakin keras.
Dimas menghentikan langkahnya. "Ya Alloh,, bantu hamba..."doa Dimas dalam hati.
"Raka, apa yang kamu inginkan. Mati? Dan semuanya berakhir? Tidak ada pertanggungjawaban, begitu?"
"Sudahlah, jangan berusaha membujukku! Aku sudah bosan!" kembali Raka berteriak.
"Kemana Raka yang selama ini aku kenal, kemana Raka yang kuat, sabar
dan selalu mendekatkan diri pada Alloh?! Mana Raka yang dulu begitu
dibanggakan oleh ayah, ibu dan adikmu?! Raka yang selalu menyampaikan
kebaikan pada semua orang?!"
"Cukup! cukup! Coba lihat apa balasan yang diberikan Alloh kepadaku!!
Apa?!!! Aku sudah berusaha menolong agamaNya, namun ia mengambil semua
orang yang kucinta!!! inikah balasan untukku?! Aku tak lagi percaya pada
Tuhan" emosi Raka meledak-ledak.
"Istighfar, Raka. Setiap musibah akan ada hikmahnya" Dimas paham betul perasaan Raka.
"Hikmahnya, aku sendiri!! Tanpa seorang pun yang ku punya. Aku
sebatang kara... untuk apa lagi aku hidup..." Raka mulai menangis.
Dimas menghela napas, "Robbi shoddri soshri..."do'anya dalam hati
"Raka, masih ada aku sahabatmu. Masih ada ustadz Fikri, masih ada sahabat-sahabat lain yang selalu bersamamu".
"Kamu tak mengerti Dimas!!! Ayah, Ibu dan Mita meninggal gara-gara
aku!! Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri. Sudah sepantasnya aku mati
untuk menebus kesalahanku!!!"
"Lantas jika kamu mati, semuanya akan selesai??? Kau bisa
menghidupkan lagi ayahmu, ibumu atau adikmu?! Atau kalau kau mati, kau
bisa membawa mereka ke syurga?!". Raka terdiam.
"Atau justru jika kau mati, ayah, ibumu akan tambah sengsara karena tak ada lagi anak yang mendo'akannya?!"
"Sudahlah!! tak ada gunanya kau nasehati aku! tekadku sudah bulat. Aku memilih untuk mati!" Raka kembali bergejolak.
"Baiklah jika itu maumu" Dimas menghela napas berat.
"Tapi satu permintaanku, sebelum kau laksanakan niatmu itu, ambillah
air wudhu dan sholatlah 2 rakaat. Sholat perpisahan pada Alloh, minta
kau dimudahkan dalam menemui kematianmu dan diampuni dosa-dosamu. Aku
tak akan menghalangimu lagi. Aku akan pergi Raka. Selamat tinggal
sahabat. Semoga kau diampuni oleh Alloh dan mempertemukan kita kelak
disyurganya"
Setelah berkata demikian Dimas berbalik dan berjalan meninggalkan
Raka yang terdiam di pinggir tebing. Beberapa saat ia menoleh ke arah
perginya Dimas. Dimas tidak nampak lagi. Raka tertegun. Pelan dia turun,
dan berjalan ke pinggir danau. Diambilnya air wudhu. "Ini sholat
terakhirku" pikir Raka.
"Allohu Akbar" gumam Raka pelan. Di atas batu ini ia sering sholat berjamaah bersama Dimas.
Pelan ia lafadzkan do'a iftitah, air matanya berlinang terkenang
ayah, ibu dan Mita adiknya yang meregang nyawa dalam kecelakaan.
"Ar Rohman,,, 'alamal qur'an.." ayat demi ayat kesayangan ia lantunkan...
Dan tubuhnya semakin terguncang manakala pertanyaan Tuhan ia dengar, "Fabi'ayyi 'ala-irobbi kumma tu kadziban?"
Sujud panjang menenggelamkan isak tangisnya yang kian tak tertahan.
"Ya Alloh,,, ampuni hamba jika hamba mengambil jalan ini... Hamba tak
sanggup lagi terpenjara dalam rasa bersalah yang selalu menghantui diri
hamba. Ampuni hamba ya Alloh... Dan pertemukan kembali hamba dengan
ayah, ibu dan dhek Mita di surga. Aamiin"
Raka mengakhiri do'anya dan berjalan kembali menaiki bukit menuju tepian tebing. Ia naik ke atas batu dan siap-siap melompat.
Namun tiba-tiba ia tersentak, sekilas ia seperti melihat bayangan ayahnya melintas, ibu dan Mita menangis.
Seolah-olah melarang ia untuk melakukan perbuatan itu. Raka menangis tergugu seperti anak kecil.
Setelah cukup lama ia menangis, ia berdiri dan berteriak lantang,
"Alloh!!!! Hamba ikhlas Kau ambil ayahku! Hamba ikhlas Kau ambil
Ibuku!!! Dan hamba ikhlas Kau ambil adikku!!! Hamba ikhlas Kau ambil
semua yang kucintai!!! Namun satu pintaku ya Alloh!!! Jangan Kau ambil
cintaMu dariku!!!" isaknya menjadi-jadi.
Dan seperti kehilangan tenaga ia jatuh bersimpuh. "jangan Kau biarkan aku berjalan tanpa bimbinganMu...."
Tanpa ia sadari, Dimas sudah berdiri dibelakangnya. Rupanya ia tidak
benar-benar pergi meninggalkan Raka seorang diri. Ia bersembunyi dibalik
semak dan berjaga-jaga akan segala kemungkinan yang terjadi. Sambil tak
henti-hentinya berdo'a agar Raka dibukakan pintu hati.
"Aamiin... Ia tak akan meninggalkan kita Raka... Alloh selalu ada untuk kita.. Janji Alloh itu pasti..."
Dan kedua sahabat itu pun berangkulan dalam tangis kesyukuran.
Di ufuk barat senja menyapa dengan semburat jingga.
#hanya cerita pendek#
cerita yang menggugah seperti LENTERAPOKER.COM AGEN POKER DAN DOMINO ONLINE TERPERCAYA INDONESIA .
BalasHapus