Jumat, 21 November 2014

Jangan Kau Ambil CintaMu

"Kak Raka, antar ibu dan Mita ke tempat kondangan yaa..." rengek Mita entah yang keberapa.
"Kan sudah kak Raka bilang, kak Raka tidak bisa. Kak Raka harus mengisi kajian di masjid kampus" kata Raka agak kesal.
"Kakak kan bisa minta tolong teman yang lain buat ngantiin kak Raka... Ayo lah kak... Cuma sekaalliii ini saja... ya..ya.. " Mita pasang muka memelas.
"Enggak bisa, pokoknya nggak bisa"
"Raka, tidak tiap hari to kamu ngantar ibu dan adikmu. Apa tidak bisa kajiannya digantikan Dimas?" ibu yang biasanya mendukungku sekarang ganti mendukung Mita.
"Tidak bisa, bu. Ini amanah. Tidak enak melempar pada orang lain. Minta diantar ayah saja ya bu"
"Ayah agak pusing, Raka" suara ayah dari ruang sebelah.
Namun Raka tetap bersikeras dan akhirnya Ibu dan Mita diantar ayah.
Satu jam berlalu, saat Raka sedang asik berdiskusi dengan teman-temannya, tiba-tiba hpnya berbunyi, "Ya, dengan saya sendiri. Ada apa....? Innalillahi!!! di mana?? di rumah sakit apa??"
"Ada apa Raka?" tanya teman-temannya. Dengan lemas ia menjawab, "orangtuaku kecelakaan".
Dan dengan diantar Dimas, sahabat karibnya, Raka pergi ke rumah sakit dimana orangtua dan adiknya dibawa dari lokasi kecelakaan.
"Bagaimana keadaan orangtua dan adik saya, dok?!" Raka tak sabar mencerca dokter yang ia temui di rumah sakit itu.
"Maafkan kami, Dhek. kami sudah berusaha semampu kami, namun Tuhan berkehendak lain. Nyawa Orangtua dan adikmu tak tertolong lagi".
"Innalillahi...." Dimas bergumam.
"Tidak!!! Tidak mungkin!!! Dokter pasti bohong!!!" teriak Raka emosi.
"Astaghfirullah,, Raka istighfar,, istighfar..." Dimas berusaha menenangkan Raka.
Namun Raka malah berlari menerobos ruang ICU. Tangisnya pecah  manakala melihat 3 orag yang dicintainya terbujur kaku tak bernyawa.
"ayah!!! Ibu!!! Mita!!! Bangun,, bangun,, jangan tinggalkan Raka seorang diri... bangun Mita!! Bangun!!" ia guncang-guncang tubuh Mita yang penuh luka. Lalu ia bergegas menuju jasad ayahnya, "Bangun ayah!! Bangun!!". Namun ayahnya diam seribu basa.
Terakhir ia hampiri jasad ibunya, "Maafkan Raka, Ibu!! Maafkan Raka! Andai tadi Raka tidak berangkat mengaji,, Andai tadi Raka yang mengantar ibu dan Mita, pasti kejadiannya tidak seperti ini...!" tangis Raka pecah tak terbendung lagi.
Sejak saat itu, Raka selalu menyalahkan diri sendiri. Merenung dan termenung. Bermuram durja sepanjang hari. Jangankan pergi kuliah, mengaji pun tidak mau lagi. Sahabat-sahabatnya tak henti-henti memberi dukungan. Namun seolah-olah tak ada yang ia dengarkan.
Hingga suatu hari hp Dimas berbunyi, sebuah SMS ia buka dan betapa terperanjat dirinya membaca tulisan yang ada di layar hpnya.
"Dimas, jika kau baca sms ini, ini sms terakhir dariku. Aku bosan dengan hidup ini. Aku lelah. Aku ingin mengakhiri hidupku yang tiada arti ini. Maafkan jika aku banyak salah padamu".
"Masya Alloh,,"gumam Dimas. Apa yang akan kau lakukan Raka, apa kau akan mengakhiri hidupmu dengan bunuh diri? Berjuta tanya berkecamuk dalam hati Dimas.
" Mungkinkah kau akan lakukan itu, Raka" Dimas kembali bergumam sendiri. Bergegas ia ambil sepeda motornya dan memacunya ke rumah Raka.
Namun, tiba-tiba ia belokkan arah sepedanya ke arah yang berlawanan.
Jika Raka benar-benar ingin bunuh diri, pasti tempat itu yang akan ia pilih untuk mengakhiri hidupnya, pikir Dimas.
Sepeda kembali ia pacu dengan kecepatan tinggi.
"Ya Alloh,,, tolong bukakan hati Raka, jangan biarkan ia melakukan perbuatan yang akan merugikan dirinya sendiri" doa Dimas dalam hati.
Sampai di sebuah bukit kecil di tepi danau,  Dimas melihat sepeda motor Raka.
Ya, sebuah danau yang dulu selalu mereka datangi untuk semakin mendekatkan diri pada sang Pencipta dengan mengagumi keindahan senjanya.
Dimas segera turun dari motornya dan berlari-lari menapaki jalan setapak menuju puncak bukit.
Dari jauh ia melihat Raka yang berdiri di pinggir tebing, seperti siap-siap untuk melompat ke dalam danau.
"Raka!!! Stop! Apa yang akan kau lakukan!"teriak Dimas sambil berlari mendekati Raka.
Raka terkejut mendengar teriakan itu.
"Berhenti Dimas, berhenti di situ!"teriak Raka.
Namun Dimas tetap berjalan mendekati Raka.
"Berhenti kataku! Atau aku akan melompat sekarang juga!!" teriakan Raka semakin keras.
Dimas menghentikan langkahnya. "Ya Alloh,, bantu hamba..."doa Dimas dalam hati.
"Raka, apa yang kamu inginkan. Mati? Dan semuanya berakhir? Tidak ada pertanggungjawaban, begitu?"
"Sudahlah, jangan berusaha membujukku! Aku sudah bosan!" kembali Raka berteriak.
"Kemana Raka yang selama ini aku kenal, kemana Raka yang kuat, sabar dan selalu mendekatkan diri pada Alloh?! Mana Raka yang dulu begitu dibanggakan oleh ayah, ibu dan adikmu?! Raka yang selalu menyampaikan kebaikan pada semua orang?!"
"Cukup! cukup! Coba lihat apa balasan yang diberikan Alloh kepadaku!! Apa?!!! Aku sudah berusaha menolong agamaNya, namun ia mengambil semua orang yang kucinta!!! inikah balasan untukku?! Aku tak lagi percaya pada Tuhan" emosi Raka meledak-ledak.
"Istighfar, Raka. Setiap musibah akan ada hikmahnya" Dimas paham betul perasaan Raka.
"Hikmahnya, aku sendiri!! Tanpa seorang pun yang ku punya. Aku sebatang kara... untuk apa lagi aku hidup..." Raka mulai menangis.
Dimas menghela napas, "Robbi shoddri soshri..."do'anya dalam hati
"Raka, masih ada aku sahabatmu. Masih ada ustadz Fikri, masih ada sahabat-sahabat lain yang selalu bersamamu".
"Kamu tak mengerti Dimas!!! Ayah, Ibu dan Mita meninggal gara-gara aku!! Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri. Sudah sepantasnya aku mati untuk menebus kesalahanku!!!"
"Lantas jika kamu mati, semuanya akan selesai??? Kau bisa menghidupkan lagi ayahmu, ibumu atau adikmu?! Atau kalau kau mati, kau bisa membawa mereka ke syurga?!".  Raka terdiam.
"Atau justru jika kau mati, ayah, ibumu akan tambah sengsara karena tak ada lagi anak yang mendo'akannya?!"
"Sudahlah!! tak ada gunanya kau nasehati aku! tekadku sudah bulat. Aku memilih untuk mati!" Raka kembali bergejolak.
"Baiklah jika itu maumu" Dimas menghela napas berat.
"Tapi satu permintaanku, sebelum kau laksanakan niatmu itu, ambillah air wudhu dan sholatlah 2 rakaat. Sholat perpisahan pada Alloh, minta kau dimudahkan dalam menemui kematianmu dan diampuni dosa-dosamu. Aku tak akan menghalangimu lagi. Aku akan pergi Raka. Selamat tinggal sahabat. Semoga kau diampuni oleh Alloh dan mempertemukan kita kelak disyurganya"
Setelah berkata demikian Dimas berbalik dan berjalan meninggalkan Raka yang terdiam di pinggir  tebing. Beberapa saat ia menoleh ke arah perginya Dimas. Dimas tidak nampak lagi. Raka tertegun. Pelan dia turun, dan berjalan ke pinggir danau. Diambilnya air wudhu. "Ini sholat terakhirku" pikir Raka.
"Allohu Akbar" gumam Raka pelan. Di atas batu ini ia sering sholat berjamaah bersama Dimas.
Pelan ia lafadzkan do'a iftitah, air matanya berlinang terkenang ayah, ibu dan Mita adiknya yang meregang nyawa dalam kecelakaan.
"Ar Rohman,,, 'alamal qur'an.." ayat demi ayat kesayangan ia lantunkan...
Dan tubuhnya semakin terguncang manakala pertanyaan Tuhan ia dengar, "Fabi'ayyi 'ala-irobbi kumma tu kadziban?"
Sujud panjang menenggelamkan isak tangisnya yang kian tak tertahan.
"Ya Alloh,,, ampuni hamba jika hamba mengambil jalan ini... Hamba tak sanggup lagi terpenjara dalam rasa bersalah yang selalu menghantui diri hamba. Ampuni hamba ya Alloh... Dan pertemukan kembali hamba dengan ayah, ibu dan dhek Mita di surga. Aamiin"
Raka mengakhiri do'anya dan berjalan kembali menaiki bukit menuju tepian tebing. Ia naik ke atas batu dan siap-siap melompat.
Namun tiba-tiba ia tersentak, sekilas ia seperti melihat bayangan ayahnya melintas, ibu dan Mita menangis.
Seolah-olah melarang ia untuk melakukan perbuatan itu. Raka menangis tergugu seperti anak kecil.
Setelah cukup lama ia menangis, ia berdiri dan berteriak lantang, "Alloh!!!! Hamba ikhlas Kau ambil ayahku! Hamba ikhlas Kau ambil Ibuku!!! Dan hamba ikhlas Kau ambil adikku!!! Hamba ikhlas Kau ambil semua yang kucintai!!! Namun satu pintaku ya Alloh!!! Jangan Kau ambil cintaMu dariku!!!" isaknya menjadi-jadi.
Dan seperti kehilangan tenaga ia jatuh bersimpuh. "jangan Kau biarkan aku berjalan tanpa bimbinganMu...."
Tanpa ia sadari, Dimas sudah berdiri dibelakangnya. Rupanya ia tidak benar-benar pergi meninggalkan Raka seorang diri. Ia bersembunyi dibalik semak dan berjaga-jaga akan segala kemungkinan yang terjadi. Sambil tak henti-hentinya berdo'a agar Raka dibukakan pintu hati.
"Aamiin... Ia tak akan meninggalkan kita Raka... Alloh selalu ada untuk kita.. Janji Alloh itu pasti..."
Dan kedua sahabat itu pun berangkulan dalam tangis kesyukuran.
Di ufuk barat senja menyapa dengan semburat jingga.

#hanya cerita pendek#

1 komentar: